Senin, 08 Juli 2013

Perjalanan Menuju Salaf

Bismillahirahmanirahim~


Kesempatan kali ini saya ingin berbagi pengalaman terkait perjalanan saya menemukan salaf. Perjalanan yang bisa dikatakan susah-susah gampang dan memakan waktu cukup lama, dan menguras perasaan serta pikiran. Mengapa demikian? Begini kisahnya.

Pada tahun 2010, tepatnya ketika bulan Ramadhan, saya resmi menjadi Mahasiswa Baru di salah satu universitas negeri di Semarang dengan jurusan impian saya. Ketika awal masuk itu, ada sedikit perasaan yang menelisik bahwa saya tidak ingin mengikuti organisasi rohis sebab saya ingin fokus belajar. Nyatanya, saya tidak bisa menolak "panggilannya" mungkin disebabkan karena sudah sejak SMP saya terlibat dalam organisasi khususnya rohis. Mungkin juga sebab bawaan kepribadian saya yang senang sekali ketika bisa menuangkan ide-ide, berbicara dengan orang lain, membantu orang lain, dengan hal dan cara yang sederhana. Maka di kampus-pun saya kembali ikut rohis. Awalnya masuk kuliah saya terbawa "kehidupan bebas" duh bukan yang negatif sekali itu... melainkan (hanya) sekedar suka makan bareng sama teman-teman di atas isya, suka menyewa film, dan haha-hihi. Euforia jauh dari orangtua mungkin. Tapi, Alhamdulillah perlahan hati saya menolak dan Allah menjaga saya, InsyaAllah. Ia memberikan saya lingkungan yang baik, sehingga saya bisa terbawa kembali ke arah yang lebih baik. Lingkungan itu bernama "Wisma".

Di "Wisma" saya dijaga dan dibimbing, saya diberikan jam batas malam, walaupun saya pribadi juga membatasi diri saya keluar maksimal jam 8.30, sesekali saya pulang lebih telat sebab mengerjakan tugas. Setiap hari ada agenda dzikir pagi dan petang, suatu hal baru bagi saya, sangat baru. Namun, saya merasa tidak nyaman sekali sebab saya tidak tahu landasannya, sebab saya tidak tahu ilmu-nya, sekalipun diberitahu itu masih sangat-sangat di permukaan saja. Saya juga melihat ada yang tidak bersumber dari hadist yaitu "doa rabitah" dan entah bagaimana rasanya begitu 'tinggi' sekali posisi doa itu dikalangan teman-teman. Selain itu ada agenda membaca buku, yaitu buku "Riyadhus Shalihin - Imam Nawawi" dan "Tazkiyatun Nafs by Said Qutb" , belajar tahsin, setor hafalan, shalat tahajud dan sebagainya. Sayangnya beberapa diantaranya tidak berjalan sebagaimana agenda yang ditetapkan. Di wisma saya menemukan seorang teman yang berasal dari jurusan lain, kami cukup dekat, dan seakan melengkapi. Beberapa kali dia memancing diskusi terkait "72 golongan", "Tarbiyah", "Salaf", "HTI", "LDI", "Muhammadiyah", "NU", dll. Saat itu kepala saya masih "dong" (kosong) sekali dalam perkara itu, diskusi itu tidak terlalu dalam terbahas. Hingga, suatu hari saya melihat seorang senior yang berhijab (bagi saya) sempurna, lebih rapat dan panjang, tidak banyak hiasan ini dan itu. Saya menyukainya. Singkatnya, saya bertanya "liqo" dengan siapa, dia hanya tersenyum dan menjawab bahwa dia tidak ikut liqo melainkan langsung mengaji kepada ustad di suatu masjid. Saya agak bingung, satu-satunya cara yang saya tahu untuk belajar agama islam adalah dengan "liqo" atau mengaji di masjid kampus. Itulah titik dimana saya tahu "ada yang lain", "ada jalan lain" untuk belajar Islam.

Saya jadi teringat, sejak masa-masa akhir SMA, ketika menunggu masuk kuliah, saya sering memasang kajian dari Radio Rodja, walaupun... entah saya menangkap ilmunya atau tidak sebab saya seringkali sambil melakukan aktivitas lain. Saya menyukainya, ilmunya dalam, hikmahnya luas, dan tidak nanggung-nanggung sebab memang orang ahli yang berbicara. Dan, saya baru tahu bahwa radio itu adalah salah satu media dakwah salaf. MasyaAllah. Hampir setiap pagi saya memasangnya sambil bersiap ke kampus. Selain itu, sejak masa-masa akhir SMA, sepertinya awal atau pertengahan 2010 saya memutuskan menjadikan account facebook saya hanya untuk perempuan, dan menggantinya dengan nama lain, nama yang saya senangi. Disana saya banyak berteman, dengan siapa saja, tentunya wanita, dan beberapa diantaranya ternyata orang salaf. Berbeda sekali dengan kebiasaan wanita umumnya dan beberapa wanita aktif dakwah, mereka tidak banyak mengeluh, dan banyak dipenuhi kisah-kisah hikmah ataupun syariat. Ya, walaupun memang ada, sayangnya setelah saya telisik lebih dalam sekarang ini, wanita salaf sangat suka sekali online, yah... tidak terkecuali saya. Berbeda sekali dengan wanita yang tarbiyah, tidak banyak update tapi kalau update seringnya "tentang dirinya", "keluhnya", "doanya", "kesibukannya", sekalipun saya tahu wanita adalah wanita yang butuh menuangkan sesuatu, dan tidak dipungkiri wanita yang sudah mengenal salaf-pun masih ada yang menilai "rendah" dirinya sebab keadaannya.

Intinya, saya merasakan dakwah melalui facebook, radio, majalah dan buku, walaupun tidak pernah bersua langsung, hanya pasif menjadi pendengar-pengamat-pembaca, itu sudah cukup membuatku jatuh cinta, dan memutuskan untuk pindah. Bukan proses yang singkat tentu saja, butuh waktu hampir satu tahun lebih untuk memutuskannya. Walaupun saya memang tidak bisa melepas bagaimana asyiknya bergerak dalam kebaikan, namun saya juga merasa bahwa keilmuan saya jauh dari banyak, jauh dari pantas, dan sangat-sangat kurang. Mengapa kemudian saya sombong di depan adik-adik saya? Merasa tahu, padahal baru baca sebelumnya, merasa benar, padahal tidak tahu siapa perawinya, merasa nyaman padahal ada hal yang tidak sejalan. Dan banyak pikiran lainnya, tentu, tentu ini subjektif, sebagai seorang yang telah berkecimpung sejak SMP, sebagai seorang yang menjalani dinamikanya, maka saya tidak meminta pembaca untuk menilai keputusan saya. InsyaAllah, semoga ini penuh harapan dengan keinginan untuk merengkuh ridho-Nya.

Awalnya saya merasa cukup tidak nyaman melihat orang berjilbab lebar dan gelap secara langsung, terlebih bagi yang menggunakan cadar, namun... laa hawula wa laa quwata ilabillah, orangtua saya membelikan gamis dan kerudung lebar lengkap dengan cadar. Sungguh saya selalu terharu mengingatnya. Ditengah banyak orang yang mungkin dihalau berbagai rintangan ketika memutuskan untuk mengenakannya seakan hidup dalam "penjara". Tantangan bagi mereka sangatlah banyak, dan itu bagai sebuah bentuk kecintaan dan ketaatannya kepada Allah. Aamiin. Saya mengagumi bagaimana lelaki yang begitu menghormati dan menjaga perasaan istrinya, namun ada juga sisi sebal dimana ada lelaki yang rendah sekali wibawanya dimataku sebab membiarkan istrinya merasakan sakit dan perihnya hati, karena dipoligami tanpa izin, padahal istri tersebut telah melahirkan delapan orang anak, buah cinta mereka. Namun, hidup adalah hidup, ujian adalah ujian, sabar dan shalat adalah kuncinya. Semoga Allah memberi kesabaran kepadanya, dan mengganti segala ujian tersebut dengan jannah.

Ketika berpindah ke salaf secara total, saya keluar wisma, dan saya merasa sendiri, stand alone. namun saya selalu tahu, saya tidak benar-benar sendiri, ada banyak orang baik dan perhatian pada saya. Diantara miliaran orang yang menyembah Allah, izinkan saya menjadi salah satunya, dan Allah selalu ada untuk kita. Selalu ada, selamanya. Sekalipun kita berada ditempat yang asing, tapi jika kita bisa menemukan kedamaian, keindahan, kebahagaiaan, sekalipun merasa sendirian dan terpenjara, hakikatnya itu adalah rumah. Rumah yang mempertemukan antara satu sahabat dengan sahabat lain yang merasakan kerinduan yang dalam, sekalipun pada pertemuannya yang pertama. Ah, susah disampaikan, susah diucapkan. Semoga istiqomah, dan sampai ke jannah :") aamiinallahumaamin.

Sekarang... sekarang saya masih sendiri, hanya beberapa teman saja, walau mereka sendiripun sibuk dengan jam terbangnya masing-masing. Selain diri-Nya, salah satu teman di dunia ini yang tak pernah berpaling dariku, dan aku pun tidak ingin berpaling darinya... adalah kata-kata. Mungkin saat ini hanya kata-kata yang bisa memahami saya, bahkan tulisan inipun jauh lebih ringan dari yang sebenarnya. Tapi, aku memang merasaka ringan, begitu ringan melangkah. Sebab kebahagiaan ini, tidak ada duanya. Saya yakin, jika kita meninggalkan sesuatu karena Allah, Allah akan menggantinya dengan lebih baik. Dan, tidak perlulah saya tuangkan betapa buruknya saya dulu disini. Yang pasti adalah... saya hanya sedang bergerak, bergerak pada hal yang saya yakini adalah kepada jalan-Nya yang lurus.


tentu, ini sangat singkat sekali
~*aisyah syafiyah*~

[Sebelumnya saya minta maaf jika ada yang tidak berkenan jika saya menyebutkan salaf yang lebih sempit yaitu terkhusus jamaah dengan karakteristiknya yang khas. Sebab salaf adalah hak orang yang mengikuti rasulullah dan sahabat. Bukan pertanda bahwa agama saya telah baik atau mendekati salaf, sebab nyatanya masih sangat-sangat jauh dari mendekatinya]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar